Paris Van Java


Minggu kemarin aku berpetualang ke kota Paris Van Java selama dua hari. Melepas penat dari rantai belenggu kerjaan yang tiada habisnya. Sesekali bermanja-manja dengan waktu luang bukanlah sebuah dosa kan?

Bandung masih saja dingin dalam menyambutku. Padahal aku hari ini tidaklah datang sendirian, namun ditemani dengan secercah masa lalu. Putih yang hadir ditengah abu-abu. Derasnya hujan di malam minggu menumbuhkan riak-riak memori usang yang telah berjamur. 

Sesaat aku pikir aku telah berubah. Sempat pula terpkir jika kita berdua telah berubah. Tapi akhirnya aku sadar, ternyata kita tiada beda dengan yang lalu.

Sambil mencicipi kuliner di kota kembang ini, aku dan masa laluku berjalan menyusuri braga. Berpegangan tangan meniti rasa yang baru. Dalam pergolakan antara mempercayai ilusi dan realita, kalimat tanya selalu memenuhi kepala. Ah sudahlah...

Yang jelas, senyumnya terpampang jelas di depan mata.

Bukan mimpi jika kini kau menemukan tulisan ini. Pertemuan singkat antara aku dan matahari. Walaupun hanya berpapasan, dingin yang kurasa telah terhapus oleh genggam hangat di sela suapan batagor ini. Nikmat dan bahagia.

Sementara.

Sudah kuduga, aku ternyata memang butuh menyendiri, karena dalam kesendirian aku bisa menemukan ketenanganku. Dalam tenang ku bisa jadi diri sendiri.

Yang ramai tidaklah membuatku ramai, yang ada hanya kalian menambah sepi. Yang sudah sepi janganlah dicoba untuk dirangkul dengan sunyi. Tidakkah kau kasihan?

Tak perlu banyak orang, cukup aku dan masa laluku. Aku bisa mendengarmu, aku bisa melihatmu, aku bisa menciummu, aku bisa menyentuh jiwamu. Terkadang sebuah cermin ternyata sudah lebih dari cukup untuk menampar diri sendiri.

Bandung masih saja sibuk dengan kemacetannya. Aku tahu kalau Jokowi dan Ridwan Kamil akan melewati jalan yang akan kita lewati juga, tapi tetap saja terasa menyebalkan kalau kita harus menunggu lebih lama.

Kita tengah tepat berada diatas tanah bandung dan langit hitam yang akan menangis.

Hingga akhirnya kita berhujan bersama dan tertawa bersama-sama, kumohon jangan kau ucapkan kata selamat tinggal. Karena perjalanan kita masih jauh, karena perjalanan kita belumlah usai.

Terima kasih atas waktunya. Penantian 10 tahun yang takkan kusia-siakan lagi. Sekelebat maaf tak mungkin terbendung untuk kesekian kali. Walaupun tidak semuanya tergali, tapi setidaknya sedikit demi sedikit aku bisa belajar memahami.

Jadilah lebih baik.

Kumohon jangan kembali ke masa waktu itu lagi, diriku.

Komentar

Terpopuler

Hari Yang Tak Biasa

Menghilang Sejenak

Musik x Cermin x Hidup