Pulang Untuk Pergi




Akhirnya hari yang ditunggu pun tiba.

Perasaan tak menentu ini akan menjadi awal dalam kisah perjalanannya mencari sebuah jawaban. Diliputi sedikit kegelisahan, dia coba untuk merantau sejenak, ke sebuah pulau yang tak asing. Pulau dimana dia pernah merajut ikatan bernama cinta pertama.
Dari pertama nafasnya berhembus telah dirasakan sesak gelisah yang tak kunjung berakhir. Mungkinkah ini pertanda baik? Ataukah pertanda buruk? Asumsi-asumsi yang didominasi asa negatif mulai bermunculan.

Segala macam rangkaian skenario, rencana kata, dan semua bilamana jika menghujami kepala tanpa berbelas kasihan. Begitu perih tak tertahankan, hingga untuk tersenyum di depan semuanya terasa mustahil. 

Bila begini caranya, bagaimana bisa mengucap selamat tinggal untuk mereka?

Hingga tibalah waktu untuk pergi beranjak menuju masa lalu. Jujur saja... Perjalanan yang jauh ini terasa berat, sebab semuanya hanya didasarkan oleh naluri semata, hanya didasarkan oleh rasa percaya yang tertanam dalam-dalam. 

Dengan keyakinan bahwa pulau itu masih semanis terahir kali dia tinggalkan. Berkali-kali diyakinkannya diri ini agar tenang yang didamba-damba bisa didapatkan. Memastikan diri ini penuh dengan sejuta harapan.

Pesawat itu pun berangkat.

Selama di perjalanan dia putuskan untuk memendam semua rasa ini seorang diri, karena isi hatinya hanya dia saja yang tau. Tiada kabar tersebar di pulau tercinta miliknya ataupun pulau tempat dia beranjak. Semuanya tiada yang tahu kecuali dirinya seorang. 

Dan tahukah kamu? Sesampainya disana dia ditikam oleh berbagai fakta dan kisah nyata bahwa harapan yang sempat dirakit tlah lama sirna. Dan dalam sekejap semua riuh canda tawa yang diharap ikut serta, berubah menjadi suram dan gelap gulita.

Kecewa.

Harapan yang tadinya digenggam dengan erat, sekarang telah remuk dan hancur tanpa bersisa.

Melihat pulau yang dicinta tak seperti dulu kala membuatnya merasa hampir gila. Semua rencana yang telah dibuat jadi sia-sia, menyisakan galau tak berkesudahan akibat tingginya rasa kecewa.

Saat hal yang sudah susah payah kau perjuangkan, telah kau persiapkan, musnah dalam sekejap, maka saat itu juga kau sudah kalah dalam bertarung melawan keputus asaan. Yang tersisa sekarang adalah pasrah. Lalu menerima kenyataan bahwa kau telah lama ditinggal sendirian.

Tadinya dia pikir semua bisa berubah asalkan berusaha. Apapun bisa dibetulkan jika mau mencoba. 

Segala macam usaha telah disiapkan dan dicoba, menerawang indah hati ini jika semua bisa terlaksana. Seperti itulah katanya.

Tapi apa? Itu semua hanyalah kebohongan belaka.

Kau yang telah berusaha semampumu tetap saja dihampiri oleh rasa kecewa. Ternyata masih bisa dihancurkan dengan rasa yang pernah ada. Doa-doamu, semua impianmu, sajak-sajak yang tersimpan di notesmu, skenario-skenario indahmu, dan segala hal yang kau yakin akan membuat bahagia? Tak kunjung ada.

Lalu kau pun frustasi... Mengetahui bahwa ekspektasi tak sesuai dengan realita.
Sebenarnya pulau tercintaku masih memiliki sahabat lawas yang telah lama dikenal. Mereka menemani untuk sesaat tanpa tahu tujuan dia datang.

Merekalah para sahabat yang telah lama bersama. Sahabat yang seringkali berbagi canda tawa, sedih ataupun duka. Tentu bahagia jika mereka bisa kembali berkumpul, terutama setelah hampir beberapa tahun terpisah, lalu bisa kembali bersua. Namun demikian tetap saja dia telah menjelma menjadi berbeda...

Dia terus saja memandangi sudut-sudut kota dengan tatapan nanar. Sesekali terlihat tersenyum kecut, lalu kembali lagi memperhatikan setiap arah orang yang lalu lalang. Tangan gelisahnya terlihat menggenggam erat sebuah handphone. Entah apa yang sedang dipikirkan. Kedua bola matanya terlihat melirik ke setiap wanita yang melintas, mencari seseorang yang telah ditunggu-tunggu sedari dulu. 

Namun bisa dipastikan nihil, karena dia mencari sesuatu yang sebenarnya tiada. Sampai akhirnya dia sadar bahwa raganya ada diantara mereka, bergabung dan bercerita layaknya biasa. Padahal dia tahu itu semua hanya sandiwara. Sesungguhnya, jiwanya entah berada dimana.

Siapa yang sedang kau cari?

Atau apa yang sebenarnya kau cari?

Pada dasarnya kau mencari sebuah jawaban yang kau telah tahu jawabannya. Lalu untuk apa kau buang-buang waktumu demi membiaskan jawaban yang ada didepan mata? Apakah demi jawaban yang sebenarnya hanyalah fana? Sungguh bodoh.

Ya, pada akhirnya dialah yang telah kehilangan segalanya. Hanya saja sosok itu terlalu pandai dalam bersandiwara, sehingga kau yang buat dirimu mengejar bayangan yang tak nyata. Menikmati berlarian dalam gelap gulita. Membuang cahaya demi mimpi yang takkan kunjung nyata.

Kau yang kehilangan semuanya, dan kau takkan dapatkan apapun darisana.

Dengan demikian maka kita resmikan saja, mulai detik ini hati itu tak pernah ada. Dan tak ada yang bisa merubah apa yang telah dirasa. Bersama-sama mereka buat cinta yang melemahkan ini mati dan membatu, hingga tak satupun dari kalian yang dapat masuk untuk melukainya, menyakitinya, lagi dan lagi.

Setelah tertutup rapat tanpa ada yang mengganggu, maka di akhir cerita tidak ada kata bersatu, dikarenakan dia lah yang telah menjadi nomor satu.

Komentar

Terpopuler

Hari Yang Tak Biasa

Menghilang Sejenak

Musik x Cermin x Hidup