Setelah Kamis dan Sebelum Sabtu



Tempat kerja bisa saja jadi tempat yang begitu dingin. Membuat kita sesekali beradu ingatan dengan memori di masa dahulu. Waktu pulangku hari ini pun kujadikan lahan untuk bernostalgia.

Tersadar jika belasan tahun lalu dan sekarang adalah sangatlah berbeda. Mungkin ini yang dinamakan beranjak dewasa, tak hanya sifat dan diri ini, tetapi termasuk juga lingkungan tempat kita berjuang.

Menjalani rutinitas sehari-hari, mencari nafkah demi sesuap nasi. Mengais rejeki walaupun peluh membasahi di setiap hari. Mencari materi, mengejar duniawi. Mulai dari bangun pagi dan pulang malam, lalu kembali berangkat pagi dan terus berulang lagi.

Setiap harinya penuh dengan pertanyaan. Bagaimana kehidupanku di esok hari? Apakah akan baik-baik saja? Ataukah sama seperti biasanya? Apakah kubisa memenuhi seluruh ekspektasi ini? Karena jujur, ku takut untuk berharap tinggi. Karena sakitnya jatuh buatku takut untuk terus berlari.

Hiruk pikuk keramaian terkadang membuatku menjadi bimbang. Seolah-olah aku hidup hanya untuk diri seorang. Sunyiku riuh dalam tiap langkah yang pergi.

Biar bagaimanapun hidup ini terus berjalan.

Mengalir layaknya sebuah kereta yang melaju tanpa halangan.

Biarlah senja di sore ini menjadi saksi bisu atas keresahanku, saksi bisu atas isi kepalaku.

Komentar

Terpopuler

Hari Yang Tak Biasa

Menghilang Sejenak

Musik x Cermin x Hidup